Senin, 23 Desember 2013

PRAKTIKUM KOROSI BESI



I.       Tujuan
·      Mengamati perubahan atau perkaratan besi
·      Mengamati proses oksidasi dan reduksi yang terjadi pada besi

II.    Dasar Teori
       Korosi merupakan proses degradasi, deteorisasi, pengerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Adapun prosesnya yakni merupakan reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat disekelilingnya tersebut. Dalam bahasa sehari-hari korosi disebut dengan perkaratan. Kata korosi berasal dari bahasa latin “corrodere” yang artinya pengrusakan logam atau perkaratan. Jadi jelas korosi dikenal sangat merugikan. Korosi meruapakn system termodinamika logam dengan lingkungannya, yang berusaha untuk mencapai kesetimbangan. System ini dikatakan setimbang bila logam telah membentuk oksida atau senyawa kimia lain yang lebih stabil. Pencengahan korosi merupakan salah satu dari banyak jenis logam yang penggunaannya sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Namun kekurangan dari besi ini adalah sifatnya yang sangat mudah mengalami korosi. Padahal besi yang telah mengalami korosi akan kehilangan nilai jual dan fungsi komersialnya. Ini tentu saja akan merugikan sekaligus membahayakan. Berdasarkan dari asumsi tersebut percobaan ini difokuskan dalam upaya pencengahan terjadinya peristiwa korosi ini khususnya pada besi. Selain itu pada percobaan ini akan diketahui logam-logam apa sajakah yang dapat menghambat terjadinya korosi sesuai dengan sifat-sifat kimianya.
Besi merupakan logam yang menempati urutan kedua dari logam logam yang umum terdapat pada kerak bumi. Besi cukup reaktif, besi bila dibiarkan diudara terbuka untuk beberapa lama mengalami perubahan warna yang lazim disebut perkaratan besi. Proses perubahan besi menjadi berkarat merupakan reaksi redoks yang melihat oksigen:
Fe(s) + O2   ----->   Fe2O3

              Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk Kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Bahan-bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi) terdiri atas  asam, basa serta garam , baik dalam bentuk senyawa an organik maupun organik. Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi. Uadara dalam ruangan yang terlalu asam atau basa dapat mempercepat proses korosi peralatan elektronik yang ada dalam ruangan tersebut.
Flour, hidrogen, flourida beserta persenyawaan-persenyawaannya dikenal sebagai bahan korosif. Dalam industri, bahan ini umumnya dipakai untuk sintesa bahan- bahan organik.  Ammoniak (NH3) merupakan bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan industry. Pada suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas dan sangat mudah terlepas keudara. Ammoniak dalam kegiatan  industri umumnya digunakan untuk sintesa bahan organik, sebagai bahan anti beku didalam alat pendingin, juga sebagai bahan untuk pembuatan pupuk. Bejana-bejana penyimpan amoniak harus selalu diperiksa untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pelepasan bahan ini ke udara. Embun pagi saat ini umumnya mengandung aneka aerosol, debu serta gas-gas asam seperti NOx dan SOx. dalam batubara terdapat belerang atau sulfur (S) yang apabila dibakar berubah menjadi oksida belerang.
Masalah utama berkaitan dengan peningkatan pengunaan batubara adalah dilepaskannya gas-gas polutan seperti oksida nitrogen(NOx) dan oksida belerang(SOx). walaupun sebagian besar pusat tenaga listrik batu bara telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap batubara, namun NOx dan SOx yang merupakan senyawa gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Didalam udara, kedua gas tersebut dapt berubah menjadi asam nitrat (HNO3) dana asam sulfat(H2SO4).
Oleh sebab itu, udara menjadi terlalu asam dan bersifat korosif dengan terlarutnya gas-gas asam tersebut didalam udara. Udara yang asam ini tentu dapat berinteraksi dengan apa saja, termasuk komponen-komponen renik didalam peralatan elektronik. Jika hala itu terjadi, maka proses korosi tidak dapat dihindari lagi. Korosi yang menyerang piranti maupun komponen-komponen elektronika dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kecelakaan. Karena korosi ini maka sifat elektrik komponen-komponen elektronika dalam computer,televisi, video, kalkulator, jam didital dan sebagainnya menjadi rusak. Korosi dapat menyebabkan terbentuknya lapisan non-konduktor pada komponen elektronik.
Oleh sebab itu, dalam lingkungan dengan tingkat pencemaran tinggi, aneka barang mulai dari komponen elektronika renik sampai jembatan baja semakin mudah rusak, bhkan hancur karena korosi. Dalam beberapa kasus hubungan pendek yang terjadi pada peralatn elektronika dapat menybabkan terjadinya kebakaran yang menimbulkan kerugian bukan hanya dalam bentuk kehilangan atau kerusakan maateri tetapi juga korban nyawa.

III. Alat dan Bahan
Alat      : 
·         Gelas piala 250 ml
·         Cawan petri 5 buah
·         Batang pengaduk
·         Penanggas air
·         Paku
Bahan   :
·         Larutan NaCl
·         Agar-agar
·         K3(Fe(CN)6)
·         Fenolftalin
·         Larutan HCl

VI.       Cara Kerja
Tabel Pengamatan terhadap paku selama 24 jam

No.
Perlakuan
Jenis Paku
Paku Beton
     Paku Payung Kecil
    Paku Payung Besar
Paku Besi
Paku Baut
1.
Agar-agar (kontrol)
-
-
-
+3
-
2.
Kontrol + PP
-
+3
-
+3
-
3.
Kontrol + NaCl
-
-
-
+2
+1
4.
Kontrol + NaOH
-
-
-
-
-
5.
Kontrol + HCl
-
-
-
+3
-
II.    Pembahasan
Percobaan yang dilakukan kali ini mengenai proses korosi besi dengan menggunakan berbagai macam jenis paku yang diberikan berbagai perlakuan dengan tujuan mengamati perubahan atau perkaratan besi serta mengamati proses oksidasi dan reduksi yang terjadi pada besi. Macam-macam paku yang digunakan pada percobaan ini antara lain : paku beton,paku paying kecil paku paying besar, paku besi, dan paku baut. Banyaknya paku yang digunakan dijadikan sebagai variable terikat pada praktikum ini,karena praktikan akan membandingkan jenis paku apa yang lebih mampu bertahan dalam gangguannya menerima zat zat yang akan membuat paku itu untuk berkorosi. Berbagai macam paku tersebut diberikan berbagai perlakuan yaitu dimasukkan ke dalam agar-agar sebagai kontrol, dimasukkan ke dalam kontrol + Fenolftalein (PP), kontrol + NaCl, kontrol + NaOH, dan kontrol + HCl dengan waktu pengamatan selama 30 menit, 1jam, 2 jam, dan 24 jam.
Awalnya paku dibersihkan dan aquadest 210 ml dipanaskan menggunakan gelas piala 250 ml diatas penanggas air sampai mendidih. Lalu ditambahkan satu bungkus agar-agar putih ke dalam aquadest yang telah mendidih sambil diaduk hingga larut. Hal ini dikarenakan supaya agar-agar tidak mengeras dan terlanjur menggumpal dalam gelas piala. Agar-agar yang digunakan pada percobaan ini berfungsi sebagai medium indikator dan digunakan untuk mengetahui tempat-tempat reaksi anoda dan katoda terjadi.
            Setelah mendidih agar-agar tersebut dituangkan sebanyak 35 ml kedalam cawan petri yang telah diisi paku dengan bermacam-macam jenis pada masing-masing cawan petri sampai seluruh permukaan paku agar paku tidak terkena udara sehingga akan mempengaruhi korosi.
. Kemudian cawan 1 dijadikan sebagai kontrol, cawan 2 ditambahkan dengan 3,6 ml Fenolftalein (PP) yang menyebabkan adanya warna merah muda dengan adanya OH-, warna merah muda dalam gel menunjukkan tempat dimana reduksi, cawan 3 ditambahkan dengan 3,6 ml NaCl, cawan 4 ditambahkan dengan 3,6ml NaOH, dan cawan 5 ditambahkan dengan HCl.
Berdasarkan hasil pengamatan, dalam waktu 30 menit, 1 jam, dan 2 jam belum terjadi korosi pada tiap-tiap paku di 5 cawan tersebut. Tetapi dalam waktu 24 jam mulai terlihat adanya korosi pada paku. Pada cawan 1 yang dijadikan kontrol, terjadi banyak korosi pada paku besi. Pada cawan 2 yang ditambahkan PP, terjadi banyak korosi pada paku payung kecil dan paku besi. Pada cawan 3 yang ditambahkan NaCl, terjadi cukup banyak korosi pada paku besi dan terjadi sedikit korosi pada paku baut. NaCl merupakan larutan elektrolit. Kontak dengan elektrolit dapat mempercepat korosi karena elektrolit memberikan pengaruh, seperti jembatan garam sehingga mobilitas elektron akan makin tinggi dan korosi akan berjalan lebih cepat.Pengaratan yang terbentuk disekitar paku berwarna kuning muda, warna kuning muda ini menandakan bahwa besi yang terkandung dalam paku dioksidasi menjadi Fe3+, dalam larutan, ion Fe3+ berwarna kuning muda. Pada cawan 4 yang ditambahkan NaOH, tidak terjadi korsi pada jenis paku apapun. Hal ini karena energi potensial yang diberikan basa lebih kecil dari asam ,maka pengkaratan dalam suasana basa akan lebih lambat terjadi.
Dan pada cawan 5 yang ditambahkan HCl, terjadi banyak korosi pada paku besi. Hal ini karena potensial korosi dalam suasana asam lebih besar dari suasana basa sehingga reaksi korosi akan lebih cepat berlangsung dalam lingkungan asam. Selain itu, pada reaksi suasana asam diperoleh hasil karat besi dan ion H+ yang mempercepat korosi selanjutnya. Larutan yang bersifat basa juga dapat mengakibatkan korosi tetapi prosesnya lebih lambat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi diantaranya : tingkat keasaman, kontak dengan elektrolit, keadaan logam besi itu sendiri, keaktifan logam, dan kontak dengan logam lain.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3. xH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi. Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3. xH2O, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Proses korosi pada besi dalam suasana asam:
                   Proses korosi besi dalam suasana basa :
 


Harga potensial reduksi dalam suasana asam lebih besar sehingga proses korosi lebih cepat.
        Larutan garam (dalam percobaan ini adalah NaCl) juga dapat mengakibatkan terjadinya korosi. Hal ini disebabkan karena garam NaCl,  Na+   +   Cl- merupakan garam dari hasil asam kuat dan basa kuat. Cl- membuat sifatnya yang korosif, menimbukan perkaratan pada paku. Cawan yang diisi dengan indikator fenolftalein (PP) juga mengalami proses korosi dan menimbulkan warna keunguan di beberapa paku, warna tersebut menunjukkan tempat terjadinya reaksi reduksi.

VII.       Kesimpulan
·         Proses korosi terjadi ketika apabila ada oksigen dari sistem maupun lingkungan dan air.
·         Harga potensial reduksi yang lebih besar mengakibatkan proses korosi lebih cepat.
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi diantaranya : tingkat keasaman, kontak dengan   elektrolit, keadaan logam besi itu sendiri, keaktifan logam, dan kontak dengan logam lain.
·         Keasaman tinggi merupakan faktor utama meningkatkan laju korosi.
·         NaCl berfungsi sebagai jembatan garam.

VIII.    Daftar Pustaka
·         Chalid,Sri Yadial. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Jakarta : Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
·         Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka .
·         Trethewey, K. R., dan Camberlain, J., 1991, Korosi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
·         http://id.wikipedia.org  diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 17.35 WIB
·         http://www.chem-is-try.org diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 17.43 WIB
·         http://www.scribd.com diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 17.47 WIB
·         http://rialylakubl.blogspot.com/2010/12/laporan-korosi.html  diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 17.55 WIB
·         http://iefha-shun.blogspot.com/2009/10/laporan-korosi_23.html  diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 18.00 WIB

Lampiran
Pertanyaan
1. Apa tanda-tanda telah terjadi proses redoks pada percobaan ini ?
2. Tuliskan reaksi redoks yang terjadi !
3. Sebutkan reagen-reagen apa saja yang dapat meleburkan logam Fe ?
4. Senyawa apa saja yang terdapat pada besi komersial ?

Jawaban 
     1.      Besi berubah menjadi besi (III) oksida yaitu merupakan karat besi.
     2.      Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e (x2)
            O2(g) + 4H+(aq) + 4e → 2H2O(l)
  
            4 Fe2+(aq)+ O2 (g) + (4 + 2x) H2O(l) → 2 Fe2O3x H2O + 8 H+(aq)
                                                      
     3.      Reagen yang dapat meleburkan logam Fe adalah K3Fe(CN)6, HCl dan NaCl
    4.      Besi komersial merupakan campuran besi dan karbon. tambahan unsur Karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal).  Dimana kandungan karbon (C) mempengaruhi kekerasan baja, Disamping itu, baja mengandung unsure campuran lain yang disebut paduan, misalnya Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Silikon (Si), Belerang (S), dan Posfor (P).

Kamis, 21 November 2013

Penjernihan Air Dengan Tawas,Batu Bata,dan Zeolit Sebagai Adsorben

Dasar Teori

Penjernihan air merujuk ke sejumlah proses yang dijalankan demi membuat air dapat diterima untuk penggunaan akhir tertentu. Ini mencakup penggunaan seperti air minum, proses industri, medis dan banyak penggunaan lain. Tujuan semua proses penjernihan air adalah menghilangkan pencemar yang ada dalam air atau mengurangi kadarnya agar air menjadi becomes layak untuk penggunaan akhirnya. Salah satu penggunaan tersebut adalah mengembalikan ke lingkungan alami air yang sudah digunakan tanpa berakibatkan dampak yang buruk atas lingkungan.
Adsorpsi merupakan proses penyerapan suatu zat oleh adsorben yang pada percobaan ini adsorpsi merupakan penyerapan zat-zat yang terdapat dalam air sampel.Adsorben adalah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat yang lain yang terjadi dalam adsorpsi.
Dalam percobaan ini melakukan penjernihan dengan tawas.Tawas ini sudah biasa digunakan sebagai penjernih air seperti dipakai dalam kolam renang.Tawas ini sifatnya koagulan yakni mengendapkan partikel-partikel yang melayang didalam air.Penjernihan air yang lainnya adalah dengan batu bata yang dihaluskan dan zeolite.Penggunaan adsorben dalam proses penjernihan air berbeda-beda bergantung pada zat apa yang akan dijernihkan dari air tersebut atau logam tertentu.

Tujuan Penelitian
Membandingkan penggunaan tawas,batu bata dan zeolite sebagai adsorben dalam penjernihan air dan menentukan mana yang lebih menjernihkan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah gelas beker dan stirrer.Bahan yang digunakan adalah air sungai,zeolite,batu bata yang dihaluskan dan tawas.

Cara Kerja
Dimasukkan 10 mL air sungai ke dalam 3 gelas beker yang berbeda kemudian di tiap beker dimasukkan adsorben yang berbeda lalu didiamkan dan dibandingkan tingkat kejernihannya.

Pembahasan
Pada percobaan penjernihan dengan ketiga adsorben yang berbeda maka didapatkan hasil yang paling jernih adalah yang diberi adsorben zeolite dibanding adsorben batu-bata dan tawas.Sifat zeolite sebagai adsorben dan juga sebagai penjernih air dikarenakan struktur zeolite yang berongga sehingga memungkinkan molekul-molekul pengotor pada air masuk kedalam rongga tersebut.Kedua yang menjernihkan air dengan baik adalah batu-bata dan yang terakhir adalah tawas.Hal ini dikarenakan penjernihan air oleh tawas memerlukan durasi waktu tertentu sehingga hasil dari percobaan ini kurang maksimal.

Kesimpulan
Zeolit merupakan adsorben yang paling baik pada percobaan ini karena menjernihkan air lebih baik dari yang lain.

Daftar pustaka
Brady,james.1999.Kimia universitas.Jakarta : Binarupa Aksara


Sabtu, 16 November 2013

Kelompook 7


PRODUKSI GAS HIDROGEN MENGGUNAKAN LIMBAH ALUMUNIUM SERTA PEMBUATAN TAWAS  UNTUK PENJERNIHAN AIR SUNGAI
Kelompok 7
Anestasya Amalia S ( 1112096000053)
Desi Iftalia (1112096000048)
M.Ainul Yaqin (1112096000045)
Taufik Siahaan (1112096000052)
Prodi Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
 

Abstrak
Saat dunia dihadapkan pada krisis energi akibat terbatasnya fossil fuels,banyak solusi yang muncul untuk menggantikan ketergantungan kita terhadap bahan bakar minyak.Salah satu energi alternatif yang potensial untuk dikembangkan adalah pemanfaatan hidrogen.Umumnya hidrogen terdapat dialam dalam bentuk persenyawaan karena lebih stabil.Lalu,untuk menghasilkan gas hidrogen dapat memanfaatkan alumunium foil atau kaleng bekas minuman yang direaksikan dengan NaOH,hasilnya hidrogen dapat dimanfaatkan sebagai fuel cell yang terbukti dapat menggerakan kipas angin dan menyalakan lampu.Kemudian limbah cair hasil reaksi pembentukan gas hidrogen yakni Al(OH)3 diproses untuk dijadikan tawas yang dapat dimanfaatkan untuk penjernihan air.
PENDAHULUAN

Fuel cell atau sel bahan bakar adalah sebuah alat elektro kimia yang mirip dengan baterai.Perbedaannya dengan baterai terletak pada jenis reaktan dan elektrodanya.Padafuel cell, digunakan reaktan berupa hidrogen (sisianoda) danoksigen (sisikatoda).
Hidrogen adalah unsur paling melimpah dengan persentase kira-kira 75% dari total massa unsure alamsemesta. Kebanyakan bintang dibentuk oleh hydrogen dalam keadaan plasma.Senyawa hydrogen relative langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industry dari berbagai senyawa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga dapat dihasilkan dari air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih mahal dari pada produksi hydrogen dari gas alam.
Sel bahan bakar sering kali dianggap sangat menarik dalam aplikasi modern karena efisiensinya tinggi dan bebas-emisi, berlawanan dengan bahan bakar umum seperti metana atau gas alam yang menghasilkan karbon dioksida.Satu-satunya produk dari fuel cell yang beroperasi menggunakan hydrogen murni adalah uap air. Dari penguraian diatas, maka dilakukan percobaan tentang membentuk gas hydrogen dari alumunium serta pengolahan dari limbah pembuatan gas hydrogen.
DASAR TEORI
Aluminium adalah logam berwarna putih keperakan yang lunak. Aluminum, Al, merupakan anggota golongan 13, berada sebagai alumino silikat di kerak bumi dan lebih melimpah dari pada besi.  Mineral aluminum yang paling penting dalam metalurgi adalah bauksit, AlOx(OH)3-2x (0 < x <1). Sifat aluminum dikenal dengan baik dan aluminum banyak digunakan dalam keseharian, misalnya untuk koin, panci, kusen pintu, dsb.Logam aluminum digunakan dengan kemurnian lebihdari 99%, dan logam atau paduannya (misalnya duralium) banyak digunakan .Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsure apapun selain aluminium itu sendiri, namun aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium).
Umumnya, aluminium murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminiumfoil.Seperti yang sudah di paparkan bahwa gas hydrogen dapat dijadikan fuel cell sehingga dalam perkembangannya ada beberapa cara yang sangat berpotensi dalam menghasilkan gas hidrogen yang optimal. Salah satu cara tersebut adalah dengan memanfaatkan Aluminium untuk menghasilkan gas hidrogen.Aluminium yang digunakan dapat berasal dari limbah aluminium foil atau limbah minuman kaleng. Dalam jurnal Valensi Vol. 2 No. 1, Nop 2010, telah dilakukan penelitian olehYusraini Dian I.S tentang produksi gas hydrogen dari limbah aluminium.Penelitian tersebut menggunakan katalis H2SO4, NaOH, KOH dan NaCl dalam berbagai konsentrasi sehingga didapatkan hasil yang optimal dalam memproduksi gas hidrogen.Hasil percobaannya menunjukan bahwa penggunaan limbah alumunium foil untuk memproduksi gas hydrogen dapat dilakukan menggunakan katalis basa (NaOH) karena semakin tinggi konsentrasi NaOH maka waktu reaksinya akan semakin cepat.Kemudian limbah hasil percobaan tersebut adalah air dan alumunium hidroksida yang mana zat ini dapat dimanfaatkan dalam memroduksi tawas.Akan tetapi kendala yang dihadapi saatini adalah bagaiamana mendesain tempat penyimpanan gas hydrogen dengan efisien agar gas tersebut bisa dimanfaatkan sebagai fuel cell .
Layaknya sebuah baterai, segala jenis fuel cell memiliki elektroda positif dan negative atau disebut juga katoda dan anoda.Reaksi kimia yang menghasilkan listrik terjadi pada elektroda.Selain elektroda, satu unit fuel cell terdapat elektrolit yang akan membawa muatan-muatan listrik dari satu elektroda ke elektroda lain, serta katalis yang akan mempercepat reaksi di elektroda. Umumnya yang membedakan jenis-jenis fuel cell adalah material elektrolit yang digunakan. Arus listrik serta panas yang dihasilkan setiap jenis fuel cell merupakan produk samping reaksi kimia yang terjadi di katoda dan anoda.
Karena energi yang diproduksi fuel cell merupakan reaksi kimia pembentukan air, alat konversi energy elektrokimia ini tidak akan menghasilkan efeksamping yang berbahaya bagi lingkungan seperti alat konversi energy konvensional (misalnya proses pembakaran pada mesin mobil). Sedangkan dari segiefisiensi energi, penerapan fuel cell pada baterai portable seperti pada handphone atau laptop akan sepuluh kali tahan lebih lama dibandingkan dengan baterai litium. Dan untuk mengisi kembali energy akan lebih cepat karena energi yang digunakan bukan listrik, tetapi bahan bakar berbentuk cair atau gas.
Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan.Padaumumnya bahan seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] atau sering disebut alum atau tawas, ferosulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organic dapatdigunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuaidan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts&Santika, 1984).
Tawas kalium aluminium sulfat dihasilkan dengan mereaksikan logam aluminium (Al) dalam larutan basa kuat (kalium hidroksida) akan larut membentuk aluminat menurut persamaan reaksi 1)
2Al (s) + 2KOH (aq) + 2H2O(l) → 2KAlO2 (aq) + 3H2 (g) ---------- (1)
Kadang–kadang ditulis dalam bentuk ion sebagai komplek saluminat yang persamaan reaksinya 2)
2Al (s) + 2OH (aq) + 6H2O (l) → 2 Al(OH)4- (g) + 3H2 (g) ---- (2) 
Larutan aluminat dinetralkan dengan asam sulfat mula-mula terbentuk endapan berwarna putih dari aluminium hidroksida [Al(OH)3], yang dengan penambahan asam sulfat enadapan putih semakin banyak dan jika asam sulfat berlebihan endapan akan larut membentuk kation K+, Al3+, dan SO42-, yang jika didiamkan akan terbentuk krital seperti kaca dari tawas kalium aluminium sulfat atau seringdisebut alum. Secara singkat reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut. 
2KAlO2(aq) + 2 H2O(l)+ H2SO4(aq) → K2SO4(aq) + 2Al(OH)3(s) ........... (3)
H2SO4(aq) + K2SO4 (aq) + 2 Al(OH)3 (s) →2 KAl(SO4)2 (aq) + 6H2O ............(4)
24 H2O (l) + 2 KAl(SO4)2 →2 KAl(SO4)2.12 H2O (s) ..................(5)
Reaksi keseluruhan2Al(s) + 2KOH(aq) + 10H2O(l) + 4H2SO4(aq) →2KAl(SO4)2.12H2O(s) + 3H2(g). ................... (6)
Larutan di persamaan (2) dipanaskan pada suhu 60-800C untuk menguapkan airnya dan suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 800C karena tawas akan larut dalam air mendidih. Pada proses penguapan selama 10 menit dan didinginkan akan terbentuk Kristal dari KAl(SO4)2.12H2O.


METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah alumunium foil , dan bahan kimia yang digunakan adalah NaOH dan KOH sebagai katalis , Alkohol dan H2SO4 , zeolit , tawas pasar , batu bata yang sudah dihaluskan .

 Alat utama yang digunakan reactor pembuatan gas hydrogen yang dirancang dari botol kaca , selang dan pentil . kemudian 5 buah balon , membrane fuel cell , gelas ukur 100 ml 2 buah , gelas arloji , 2 buahbeaker glass 3 buah , tabung reaksi  5 buah , batang pengaduk 2 buah , erlenmeyer 3 buah , hot plate I buah , corong 2 buah , dan kertas saring yang sudah dipotong 6 buah .
Prosedur Pembuatan Gas Hidrogen
Pertama disiapkan alumunium foil secukupnya , kemudian alumunium foil tersebut dipotong hingga menjadi cacahan kecil agar reaksi berjalan dengan lancar , ditimbang potongan alumunium dengan perbandingan 0,1 gr : 0,2 gr : 0,4 gr : 0,8 gr  . Lalu disiapkan larutan NaOH 1M sebanyak 200 ml  dan reactor yang sudah dibuat sebelumnya (botol kaca , tutup botol dilubangi untuk memasang pentil dan disambung dengan selang dan keran untuk mengatur udara yang masuk). Selanjutnya, dipasangkan balon pada ujung selang dan dimasukkan potongan alumunium tadi kedalam botol kaca dan dimasukkan juga larutan NaOH sebanyak 50 ml , tutup botol dengan segera dan rapat (amati yang terjadi) , buka keran agar gas dapat ditampung dengan balon , dan jika reaksi sudah berhenti tutup keran agar udara yang tertampung tidak keluar . Kemudian balon dilepaskan dan diikat dengan rapat , gas hydrogen diuji dengan mengaitkan tisu menjadi sumbu pada balon lalu dibakar dengan api (hati-hati dengan ledakannya)

Hydrogen Storage
Disiapkan alumunium foil seckupnya lalu dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 0,8 gram . kemudian potongan alumunium tersebut dimasukkan kedalam botol/alat produksi gas hydrogen yang sudah dibuat dan dimasukkan juga NaOH 3M sebanyak 50ml ke dalam botol tersebut . Lalu dipasang balon pada ujung selang dengan cepat , ditunggu gas hydrogen yang dihasilkan ditandai dengan membesarnya balon , jika reaksi telah selesai diputar keran yang ada pada selang penyambung . Dilepaskan balon dan dihubungkan ke membrane fuel cell , lalu dicatatdaya hantar listrik yang terjadi .

Pembuatan Tawas
Ditimbang 1 gram alumunium foil sebanyak 2 buah . Kemudian dimasukkan 50 ml NaOH20% dan 50 ml KOH kedalam masing-masing erlenmeyer dan dimasukkan juga potongan alumunium tersebut . Diamati reaksi yang terjadi , laluerlenmeyer dipanaskan sampai gelembung hilang . Diamkan / dinginkan sekitar 10-15 menit , kemudian disaring menggunakan corong dan kertas saring dan filtratnya ditampung dalam erlenmeyer . setelah dingin , dimasukkan 30 ml larutan H2SO4 6M, disaring  kembali larutan tersebut dengan kertas saring dan
corong yang baru . Kemudian didinginkan dalam beaker glassyang telah berisi es batu.Diamati apa yang terjadi , apakah terbentuk krital/tidak dalam beaker glass . ditimbang kertas saring kosong , jika terbentuk Kristal saring dengan kertas saring yang diletakkan dalam corong , lalu kertas saringnya dibilas dengan etanol 70% . Diamkan selama 1 hari , lalu ditimbang berat tawas(Kristal) yang terbentuk.

Penjernihan Air Sungai
            Disiapkan tawas yang terbuat dari alumunium foil dan tawas pasar , gerusan batu bata dan gerusan zeolit . Ditimbang bahan tersebut masing-masing sebanyak 4gram . Kemudian dimasukkan masing-masing 10 ml air sungai kedalam 4 tabung reaksi . dimasukkan bahan yang tawas , tawas pasar , gerusan batu bata dan gerusan zeolit yang sudah ditimbah ke dalam masing-masing tabung , lalu tabung reaksi dikocok hingga bahan tersebut larut , diamkan selama 1 minggu .



HASIL dan PERHITUNGAN

a.       Hasil dan volume gas hidrogen yang terbentuk

Jumlahgram Alumunium
KelilingBalon
R=K /2phi
Volume= 4/3phiR3
0.1 gram
16.5 cm
2.62cm
0.0753cm3
0.2 gram
21.9cm
3.48cm
0.1764cm3
0.4 gram
27cm
4.3cm
0.3328cm3
0.8gram
37cm
5.89cm
0.8554cm3




b.      Hasil literature dan persentase kesalahan literatur
0,1 gram Alumunium
VH2 = nH2        x     22.4             = 0.055  x 22.4
= 0.1232 L
% kesalahan literatur               = (Xliteratur-Xpraktikum/Xliteratur)x 100%
= (0.1232-0.07358/0.1232)x100%
=40,2%

0,2 gram Alumunium
VH2 = nH2        x     22.4             = 0.011  x 22.4
=0.2464L
% kesalahan literatur               =  (Xliteratur-Xpraktikum/Xliteratur) x 100%
                        = (0.2464-0.1764/0.2464)x100%
                        =28.4%

0,4 gram Alumunium
VH2 = nH2        x     22.4             = 0.022  x 22.4
= 0.4928 L
% kesalahan literatur               = (Xliteratur-Xpraktikum/X )x 100%
                        =  (0.4928-0.3328/0.4928) x 100%
                        = 32.4%

0,8 gram Alumunium
VH2 = nH2        x     22.4             = 0.044  x 22.4
                        =0.9856L
% kesalahan literatur               = (Xliteratur-Xpraktikum/Xliteratur) x 100%
                                    = ( 0.9856-0.8554/0.9856) x 100%
                                    =13.2%


c.       Pengamatan dari pengujian 0,8 gram alumunium foil + 50 mL NaOH 3M pada membrane fuel cell
Jenis Uji
Keterangan
Terdapat gas hidrogen
ya
Lampu menyala
ya
Kipas berputar
ya
Daya hantar listrik
8,64 volt
Volume gas
0,855 L
Waktu kipas beputar
150detik

d.      Hasil pengamatan pembentukan tawas dari limbah H2
No.
Larutan limbah pembuatan gas hidrogen
Hasil
1.
6NaOH + Al2(SO4)3 → 2Al(OH)3 + 3Na2SO4
Tidak terbentuk tawas
2.
6KOH + Al2(SO4)3 → 2Al(OH)3 + 3K2SO4
Terbentuk 6 gram tawas
e.       Pengamatan Penjernihan air sungai menggunakan Tawas, Zeolit dan Gerusan batu bata, setelah didiamkan selama seminggu
Jenis Absorban
Hasil
Tawas
Keruh
Zeolit
Jernih
Gerusan Batubata
Merah kecoklatan
Pembahasan
A.     Pembuatan gas hidrogen
Percobaan pembuatan gas hidrogen dilakukan dengan variasi jumlah  alumunium foil. Dalam pereaksian gas ini dilakukan dengan reaktan NaOH yang di lakukan dalam hydrogen storage sederhana seperti pada gambar 1. NaOH bertindak sebagai katalis yang mempercepat reaksi. Aluminium merupakan logam yang berwarna putih abu-abu (silver) yang melebur pada 659  oC, dan bila terkena udara akan teroksidasi pada permukaannya. Pembentukan hidrogen ini terjadi menurut persamaan :
2 Al + 6 H2O → 2 Al(OH)3 + 3 H2
Pembentukan gas hidrogen bila direaksikan  dengan air tanpa adanya katalis, maka reaksi akan berlangsung sangat lama maka dari itu diperlukan katalis yang sesuai untuk mempercepat reaksi. Na dalam NaOH digunakan sebagai katalis maka Na ikut bereaksi namun tidak dihasilkan dalam produk.  Katalis yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan beralkalin, karena Alumunium (alumunium foil) dapat menunjukkan sifat asamnya jika direaksikan dengan larutan beralkalin (basa) seperti larutan NaOH.
Variasi jumlah alumunium pada percobaan adalah 0.1;0.2;0.4; dan 0.8. hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin besar jumlah gram alumunium makan produksi gas akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan rumus PV = nRT …………………………………
dengan :
P = tekanan (atm)
V = volume (L)
n = mol
R = tetapan gas universal (0,08206 L atm mol-1K-1)
T = temperatur (K)
Mol dalam perumusan berbanding lurus volume yang dihasilkan sehingga semakin tinggi jumlah gram maka semakin tinggi jumlah volume gas.





Grafik. 1 perbandingan antara bobot alumunium dengan volume gas

   


Untitled.png
Gambar 1. Hydrogen storage sederhana

Uji gas hidrogen ini dilakukan terhadap membrane fuell cell dan dapat membuat kipas dan lampu menyala dengan besar voltase 8.64 volt.
Hal ini sesuai dengan reaksi pada membran fuel cell:
2H2 + O2————–>   2H2O
Pada anoda hidrogen di oksidasi menjadi proton:
2H2————–>   4H+ + 4 e-
Setiap molekul H2 terpecah menjadi dua atom H+(proton), sedang setiap atom hydrogen melepaskan elektronnya. Proton ini akan bergerak menuju katoda melewati membran. Elektron yang terbentuk akan menghasilkan arus listrik kalau dihubungkan dengan penghantar listrik menuju katoda. Pada katoda oksigen diubah menjadi H2O
O2 + 4H+ + 4 e- ————–>   2H2O
Pembuatan tawas dari limbah alumunium
Pada percobaan pembuatan tawas ini digunakan alumunium foil sebagai bahan utama dalam pembuatan tawas. Sebagai pelarut digunakan larutan KOH 20% dan juga NaOH 20%, penggunaan dua buah larutan ini dimaksudkan untuk mengetahui larutan yang lebih cocok digunakan dalam pembuatan tawas ini. Tawas dihasilkan dengan mereaksikan logam aluminium (Al) dalam larutan basa kuat dan akan larut membentuk aluminat dan menghasilkan gas hidrogen. Proses melarutkan ini dibantu dengan adanya panas untuk mempercepat reaksi, dikarenakan dalam reaksi ini dihasilkan gas hidrogen yang ditandai dengan adanya gelembung-gelembung udara, pemanasan juga bertujuan untuk membuat gelembung-gelembung tersebut menghilang. Larutan aluminat kemudian dinetralkan dengan menggunakan asam sulfat, dalam hal ini digunakan air aki. Reaksi ini akan membentuk endapan putih dari Al(OH)3. Penambahan larutan H2SO4 dilakukan agar seluruh senyawa K[Al(OH)4] dapat bereaksi sempurna. Al(OH)3 yang terbentuk langsung bereaksi dengan H2SO4 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2 Al(OH)+ 3 H2SO4 → Al2(SO4)3 + 6 H2O
Filtrat yang dihasilkan disaring untuk menghilangkan pengotor-pengotornya. Selanjutnya filtrat yang dihasilkan didinginkan dalam es bertujuan untuk mempercepat pembentukan kristal tawas. Setelah kristal tawas terbentuk, filtrat kemudian dicuci dengan menggunakan etanol 70% yang berfungsi untuk menyerap kelebihan air dan mempercepat pengeringan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring, dikeringkan dan ditimbang berat kristal tawas yang diperoleh.
Pada percobaan ini didapatkan jumlah kristal tawas yang diperoleh adalah sebesar 5.478 gr yang dihasilkan dari reaksi antara alumunium foil dengan KOH 20%, sedangkan reaksi antara alumunium foil dengan NaOH 20% tidak menghasilkan kristal tawas, hal ini disebabkan karena bahan NaOH yang digunakan adalah bahan yang bukan pro analysis sedangkan bahan KOH yang digunakan adalah pro analysis.


No.
Ditambahkan dengan
Hasil
Berat Tawas (gr)
1.
50 ml NaOH 20%
Tidak terbentuk Tawas
-
2.
25 ml KOH 10%
Terbentuk Tawas
6

Tabel. Data pemebentukan tawas






Penjernihan air dengan tawas dan adsorben

Pengujian daya adsorbansi pada adsorben zeolit, batu bata, dan  tawas dilakukan terhadap sampel FeCl3.  
Adsorben memiliki gaya tarik yang menahan Fe  untuk tetap larut dalam etanol. Dengan memanfaatkan sifat
fisik dan kimia zeolit yaitu sifat hidrofilik danukuran pori < 0.44 nm, Fe dapat diserap secara sempurna dan pada akhirnyalarutan menjadi jernihSemakin tinggi adsorben akan memperbesar kontak antara adsorben dan larutan sehingga larutan yang dijernihkan akan semakin jernih. Perlakuan pengecilan ukuran juga memberikan
konstribusi besar terhadap hasil pemurnian. Dengan dikecilkannya ukuran adsorben maka luas permukaan
partikelnya akan semakin besar, hal ini juga makin memperbesar kemampuan adsorben dalam menyerap Fe
dalam percobaan kerjernihan air terbesar adalah dengan menggunakan adsorben zeolit, diikuti dengan batu bata dan yang terakhir tawas.

KESIMPULAN
Pembuatan gas hidrogen berhasil dilakukan dengan memanfaatkan alumunium foil.Gas hidrogen yang dihasilkan kemudian diuji dan terbukti menghasilkan energi karena dapat menggerakan kipas dan menyalakan lampu dalam waktu yang kurang lebih 1 menit.Limbah Al(OH)3 kemudian dibuat tawas dengan bantuan basa NaOH dan KOH.Pada percobaan,tawas yang dihasilkan hanya terbentuk dengan basa KOH kemudian tawas diujikan dengan air keruh dan terbukti dalam selang beberapa hari,air keruh tersebut menjadi jernih.

DAFTAR  PUSTAKA
Brown, J.C., Gulari, E., Hidrogen Production from Methanol Decomposition over Pt/Al2O3 and Ceria Promoted Pt/Al2O3 Catalysts, Catalysis Communications 5, (2004) 431–436

Domen, K., Maeda K., Hydrogen Producrion from Water on Oxinitride Photocatalysts, The International Society for Optical Engineering, (2006) 1-3

 Kulakov, E., Ross, A.F., Alumunium Energi for Fuel Cells: Using an Energi Source that is Both Plentiful and Fully Recyclable Will Dramatically Enhance its Utilization and Provide Benefits Globally., ALTEK FUELGROUP.INC, (2007)

Sriyono, Teknologi Proses Produksi Hidrogen Berbasis Energi Nuklir, Sigma Epsilon, ISSN 0853-9103, (2008)

Susilaningsih, D., Harwati, T.U., Anam, K., Yopi, Preparasi Substrat Biomassa Kekayuan Tropika untuk Produksi Biohidrogen, Makara, Teknologi, Vol.12, No.1 (2008) 38-42


Pengembangan Metode Pembuatan dan Bahan Baku untuk Peyimpanan Hidrogen
Anestasya Amalia Safitri 1112096000053
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta)
Email: anestasyasafitri@yahoo.com


 


Abstrak
Hydrogen di masa depan diharapkan mampu menggantikan bahan bakar yang ketersediannya semakin terbatas. Untuk meneglola gas hydrogen diperlukan media penyimpanan yang aman. Menyimpan hidrogen dalam bentuk gas dipandang kurang efisien, sedangkan menyimoan dalam bentuk cair perlu teknologi yang sangat mahal. Dalam review ini dijelaskan metode-metode penyimpanan hidrogen dengan  sintesis logam magnesium, sintesis nano partikel Fe-Ti hidrid, dan sintesis silica aerogel berbasis waterglass .
Kata kunci: hydrogen, hydrogen storage

1.      Pendahuluan
Menyimpan hidrogen merupakan teknologi yang cukup menantang bagi para ilmuwan karena dapat dilakukan dengan beberapa metode simpan. Metode simpan hidrogen cara konvensional adalah dalam bentuk gas bertekanan tinggi dan bentuk cair dengan teknik kriogenik. Kedua metode simpan ini dipandang kurang efisien karena disamping memerlukan teknologi tinggi, daya tampung yang rendah dan tingkat bahaya menjadi pertimbangan tersendiri untuk mengembangkan metode smpan baru , yaitu dengan disimpan dalam bentuk padat sebagai metal hidrid.
Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai sumber dengan memakai berbagai teknologi. Senyawa-senyawa mengandung hidrogen seperti bahan bakar fosil, biomass dan air merupakan sumber hidrogen. Proses termokimia dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen dari biomass dan bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi dan gas alam). Pembangkit tenaga dari sumber energi matahari, angin dan pusat pembangkit tenaga nuklir juga dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen secara elektrolisa.
Mayoritas hidrogen saat ini diproduksi dari bahan bakar fosil, baik melalui proses reforming minyak bumi, gas alam, ataupun via gasifikasi batubara. Reaktor nuklir merupakan sarana terbaik untuk memproduksi hidrogen secara ekonomis karena tidak menggunakan bahan dasar  fosil tetapi dari air yang dipecah (water splitting) maupun diproses secara kimia yang dikenal sebagai siklus sulfuriodida (reaksi bunsen, disosiasi hidrogen iodida, dan dekomposisi sulfat) dan siklus hibrida.
Pemanfaatan hidrogen sebagai sumber energi mendorong terciptanya teknologi baru, seperti fuel cell dan hydrogen storage. Di samping fuel cell, pene;litian hydrogen storage material hingga saat ini sudah berkembang sangat pesat. Perkembangan ini diawali setelah ditemukannya logam magnesium yang mamu menyerap hidrogen cukup besar. Entalpi pembentukan senyawa hidrid pada magnesium cukup besar sehingga magnesium sangat atraktif dipromosikan sebagai penyimpan energi panas. Sejak dipromosikannya magnesium sebagai material penyimpan hidrogen , penelitian logam-logam lain juga dilakukan secara intesif  dan diantaranya adalah paduan Fe-Ti.
2.      Sintesis Fe-Ti
Paduan hidrida logam system Fe-Ti dibuat melalui teknik mechanical alloying dengan perbandingan unsur Fe:Ti=2:1. Alat yang digunakan untuk teknik ini adalah high energy ball milling. Serbuk Fe dan Ti di milling selama 30 menit.  Kualitas dan kuantitas selama proses miling diukur dengan alat x-ray diffractometer . setelah dimilling terjadi perubahan fase dari serbuk fe-Ti membentuk Fe2Ti dan FeTi. Perubahan instensitas sangat mencolok atas spesimen sebelum dan setalah di millng menunjukkan bahwa serbuk mengalami proses miling yang menyebabkan terjadinya amorfisasi, diamna serbuk paduan kehilangan orientasi kristalnya.pada proses hidriding fase yang terbentuk adalah Ti4FeH8,5.TiH2 dan Fe. Fase TiH2 memebentuk fase yang paling tinggi karena ikatan interestial mudah dibentuk oleh logam Ti. Pemebentukan Fe
3.      Sintesis silica aerogel
Untuk mensintesis silika aerogel pada penelitian ini digunakan metode solgel.
Sintesis diawali dengan pembuatan larutan silicic acid, yang diperoleh dari
sodium silicate (waterglass) yang diencerkan dengan perbandingan tertentu
kemudian dilewatkan dalam resin penukar ion. Larutan silicic acid ini kemudian
ditambahkan dengan TMCS dan HMDS sebagai agen pemodifikasi permukaan.
Doping logam diberikan sebelum penambahan modifikator permukaan tersebut.
Setelah itu ditambahkan larutan basa, dalam hal ini pyridine, untuk menaikkan pH
hingga 8 - 9. Gel yang dihasilkan kemudian di-aging dan dikeringkan dengan
suhu dan waktu tertentu. Karakterisasi produk dilakukan dengan cara menghitung
porositas dan volume pori, menguji hidrofobisitasnya, mengukur kapasitas
adsorpsi hidrogennya, serta melihat morfologinya.
Silika aerogel yang dihasilkan berbentuk butiran kasar dan rapuh dengan
ukuran maksimal 1 mm. Sifat fisik terbaik berupa porositas, volume pori, dan
hidrofobisitas, dimiliki silika aerogel yang disintesis dengan perbandingan volume
SA : TMCS : HMDS = 1 : 0,015 : 0,06. Doping logam nikel dengan Ni/Si sebesar
0,1 memberikan hasil yang baik dan mampu meningkatkan daya adsorpsi silika
aerogel terhadap hidrogen dari 5,29% (tanpa doping) hingga mencapai 5,67%
berat. Sedangkan doping logam kobalt dan besi terbukti tidak mampu
meningkatkan kapasitas adsorpsi silika aerogel terhadap hidrogen.
4.      Sintesis magnesium dengan penambahan Ni, Cu, dan Al
Mg merupakan salah satu material yang digunakan
sebagai material penyimpan hidrogen dengan membentuk MgH2.Sifat absorpsi dan desorpsi hidrogen dari suatu metal hidridasalah satunya tergantung pada bahan, unsur penambah, dan metode pembuatannya. Pada penelitian kali ini Mg sebagai material penyimpan hidrogen dihasilkan melalui metode mechanical alloying dengan unsur penambah Ni, Cu, dan Al dan variasi waktu milling 10, 20, 30 jam. Selanjutnya sampel
dilakukan pengujian SEM, XRD, DSC, dan Uji hidrogenisasi. Dari data uji diperoleh bahwa meningkatnya waktu milling menurunkan ukuran partikel sehingga meningkatkan wt%
hidrogen terabsorb dan menurunkan temperatur onset desorpsi. Namun efek aglomerasi dan coldwelding yang berlebih pada proses mechanical alloying mengakibatkan ukuran partikel
menjadi lebih besar. Unsur pemadu Al dan Cu berfungsi sebagai katalis, sedangkan Ni berfungsi sebagai pemadu yang ikut bereaksi dengan hidrogen. Mg10wt%Al dengan waktu milling 20 jam mempunyai nilai weight percent terbaik H2 yaitu 0.38%
dalam temperatur hidrogenisasi 2500C, tekanan 3 atm, dan waktu tahan 1 jam. Sedangkan Mg10wt%Al dengan waktu milling 30 jam memiliki temperatur onset paling rendah yaitu 341.490C.

5.      Kesimpulan

Seiring dengan  perkembangan teknologi fuel cell, studi tentang hydrogen storage juga semakin giat dilakukan untuk mencari material yang lebih efisien dan aman dalam penyimpanan gas hidrogen yang bersifat explosive. Metode penyimpanan hidrogen dapat dilakukan dengan sintesis fe-Ti, sintesis silica aerogel, dan sintesis Mg dengan katais Al,Ni, dan Cu. Metode yang dianggap paling murah dan mudah dilakukan adalah sintesis silica aerogel yang bahan bakunya mudah didapat.  Kemampuan penyerapan hidrogen terbesar juga didapat pada metode silica aerogel 8.15% dan sintesis Mg yang mencapai 7.6% berat.













6.      Daftar Pustaka

Arizanova, Reza dan Enggar Eka Vantiningtyas. Sintesis Silika Aerogel Berbasis Abu Bagasse Untuk Pemyimpanan Hidrogen. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Pangesthiaji, Ganive dan Hariyati Purwaningsih. 2013. Pengaruh Milling time terhadap pembentukan fasa γ-MgAl Hasil Mechanical Alloying. Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya.
Pramudityo, Esar dan Mustika Endahing.2009. Sintesis silica aerogel berbasis waterglass untuk penyimpan hidrogen. Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya.
Suwarno, Hadi. Sintesis Paduan Nano Partikel F-Ti Hidrid dan Tinjauan Termodinamikanya. Jurnal BATAN: Banten.























REVIEW PRODUKSI GAS HIDROGEN SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN
DESI IFTALIA (1112096000048)
Prodi Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Desiiftalia@gmail.com
 

Abstrak

Sintesis hidrogen dari hidrokarbon cair menarik untuk dikembangkan karena dapat menjadi alternatif yang praktis untuk memasok hidrogen pada sel bahan bakar. Penelitian mengenai produksi gas hidrogen dari beberapa metode telah dilakukan  . Salah satunya dengan menggunakan limbah alumunium , ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah alumunium yang belum termafaatkan secara optimal menjadi gas hidrogen yang dibutuhkan sebagai sumber fuel cell, sumber energi yang ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan katalis NaOH,Selain itu , metode yang digunakan adalah sintesis hidrogen dari methanol dapat dilakukan melalui reaksi reformasi kukus metanol yang merupakan reaksi terkatalisis antara metanol dan air dalam fasa gas. Pada penelitian ini telah disintesis dua katalis Cu/zno/Al2O3 yang memiliki rasio mol Cu:Zn:Al berbeda, yaitu 1:2:0,1 (katalis I) dan 2:1:0,1 (katalis II).Reaksi reformasi kukus metanol dilakukan dengan mengalirkan campuran gas metanol-air dengan perbandingan mol 1:1,2. Selanjutnya , metode yang digunakan yaitu Produksi hidrogen secara fotokalitik dari air murni pada katalis natao3 , katalis  natao3 disintesis melalui prosedur sol-gel menggunakan larutan hidrogen peroksida sebagai pelarut.
Kata Kunci : Gas Hidrogen , Fuel cell , katalis heterogen , methanol , NaTaO3 , NiO

Abstrack
Synthesis of hydrogen from liquid hydrocarbons attractive for development because it can be a practical alternative for supplying hydrogen to fuel cells . Research on the production of hydrogen gas from several methods have been done . One using waste aluminum , aims to utilize aluminum waste that has not been optimally termafaatkan into hydrogen gas needed as a source of fuel cell , environmentally friendly energy sources . This study uses a catalyst NaOH , In addition , the method used is the hydrogen from the methanol synthesis can be done through the methanol steam reforming reaction is catalyzed reaction between methanol and water in the gas phase . In this study, two catalysts were synthesized Cu/zno/Al2O3 having a mole ratio of Cu : Zn : Al differently , ie 1:2:0,1 ( catalyst I) and 2:1:0,1 ( catalyst II ) . Reaction reform steamed methanol carried by flowing gas mixture with methanol - water mole ratio of 1:1.2 . Furthermore , the method used is hydrogen fotokalitik Production of pure water on the catalyst natao3 , natao3 catalysts synthesized through sol - gel procedure using a solution of hydrogen peroxide as a solvent .
Keywords : Gas Hydrogen , Fuel cells , heterogeneous catalysts , methanol , NaTaO3 , NiO
1.      PENDAHULUAN


Krisis energi yang melanda Indonesia dikarenakan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat berpengaruh langsung terhadap konsumsi bahan bakar. Energi yang berasal dari fosil termasuk energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga semakin menipis. Di sisi lain, isu lingkungan global yang menuntut tingkat kualitas lingkungan yang lebih baik, mendorong berbagai pakar energy untuk mengembangkan energi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung keamanan pasokan berkesinambungan.Hidrogen diakui sebagai salah satu pembawa energi yang paling menjanjikan. Hidrogen merupakan gas paling banyak terdapat di alam semesta dan keberadaannya di Matahari diperkirakan mencapai 75% dari total massa Matahari (Yanti, 2009). Gas hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun. Saat ini, lebih dari 96% hidrogen dihasilkan dari pembentukan kembali uap dari bahan bakar fosil pada suhu tinggi,dengan gas alam sebagai bahan baku yang paling dominan . Namun, menipisnya persediaan bahan bakar fosil, polusi dan emisi gas rumah kaca menyebabkan krisis energi yang serius dan masalah lingkungan mendorong eksplorasi sumber daya yang bersih dan terbarukan. Salah satu sumber daya terbarukan terbanyak adalah biomassa. Biomassa rata-rata hanya memiliki 6 wt% hidrogen, pada prinsipnya tidak terlalu menarik untuk produksi hidrogen. Namun, selama beberapa dekade terakhir ini banyak penelitian dalam berbagai metode produksi hidrogen telah dilakukan dan gasifikasi biomassa kini menjadi teknologi terapan yang banyak diminati karena dianggap ekonomis dan kompetitif dengan metode pembentukan kembali gas alam konvensional.
Hidrogen merupakan unsur teringan, dengan berat jenis 0,08988 g/L pada kondisi standar. Keadaan ini kurang menguntungkan untuk penyimpanan dan transportasi hidrogen karena membutuhkan volume bejana yang besar, yaitu sekitar 5 kali volume penyimpanan bensin dengan kandungan energi yang sama pada tekanan yang layak. Sifat lain dari hydrogen yang kurang menguntungkan adalah mudah terbakar dan mudah meledak. Nyala pembakaran hidrogen murni dengan oksigen murni berwarna ultraviolet yang hampir tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Oleh karena itu, perlu penekanan aspek keselamatan pada proses-proses yang melibatkan hidrogen.
Hidrogen mempunyai kandungan energi tertinggi per satuan berat dibandingkan dengan semua jenis bahan bakar, yaitu sebesar 120 MJ/kg. Sebagai pembanding, kandungan energi gas alam adalah 54,4 MJ/kg, LPG 48,8 MJ/kg, bensin 45,6 MJ/kg, solar 45,3 MJ/kg, arang 30,0 MJ/kg, dan kayu kering 15,5 MJ/kg (Kelly-Yong dkk., 2007).  Hidrogen dapat digunakan baik langsung sebagai bahan bakar untuk mesin (termasuk kendaraan bermotor dan mobil) maupun
sebagai bahan bakar untuk fuel cell (sel bahan bakar) penghasil listrik. Sel bahan bakar adalah alat yang bekerja secara elektrokimia, menggunakan hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik, air dan sejumlah panas, sehingga sama sekali tidak dihasilkan zat pencemar lingkungan. Di sini, energi kimia hidrogen diubah langsung menjadi listrik dan panas menggunakan proses yang terjadi pada suhu rendah dengan efisiensi 2 atau 3 kali lebih besar dari teknologi pembakaran lainnya. Pembangkitan listrik pada pembangkit konvensional menggunakan bahan bakar fosil, mempunyai efisiensi 33 s.d. 35%, tetapi pembangkitan listrik dengan sel bahan bakar mempunyai efisiensi 60% atau lebih jika dilengkapi dengan sistem pemanfaatan energi terbuang. Pada mesin kendaraan yang dijalankan secara normal, konversi energi kimia pada bensin menjadi tenaga penggerak kendaraan kurang dari 20% (Anonim, 2009c).
Selain sebagai bahan bakar mesin dan sel bahan bakar, hydrogen banyak digunakan sebagai bahan bakar roket, tenaga pendorong pesawat ruang angkasa, dan industri kimia (Anonim, 2009d). Industri kimia yang banyak menggunakan hidrogen adalah industry pengilangan minyak dan industri pupuk, yang masing-masing mencapai 37 dan 50%. Penggunaan hidrogen di industri kimia di antaranya adalah untuk hydrocracking, hidrogenasi lemak tak jenuh dalam minyak tumbuhan, pembuatan amoniak, pembuatan metanol, dan pembuatan silikon (Ribeiro dkk., 2008). Hidrogen juga digunakan di industri semikonduktor.
Hidrogen diperkirakan akan menjadi pemasok energi utama untuk pembangkitan listrik dengan sel bahan bakar, sebagai bahan bakar mesin kendaraan, dan untuk penggunaan-penggunaan lainnya di abad ke-21 karena ramah lingkungan dan kemudahannya dikonversi
menjadi energi (Iwasaki dkk., 2006). Penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar sama sekali tidak memberi kontribusi terhadap efek rumah kaca, hujan asam, dan kerusakan lapisan ozon. Jadi, penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar tidak mempunyai kontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Penggunaan hydrogen sebagai bahan bakar sangat mendukung Protokol Kyoto, yang mengamanatkan agar industri mengurangi emisi gas rumah kaca dengan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil (Nath dan Das, 2003).

 


2.      Sintesis Gas Hidrogen dari Alumunium


Penelitian ini menggunakan katalis basa yaitu NaOH dan KOH , katalis tersebut memberikan tekanan akhir yang cukup tinggi, yaitu untuk 0,1 gram alumunium direaksikan dengan  25 mL NaOH 3 M sebesar 1169 hPa dengan waktu 259 detik. Sedangkan dengan menggunakan 0,1 gram alumunium direaksikan  25 mL KOH 3 M menghasilkan tekanan yag hampir sama dengan NaOH yaitu sebesar 1101 hPa, tetapi waktunya selama 525 detik (2x lebih lama dari NaOH). Maka dari itu untuk langkah selanjutnya, katalis yang digunakan adalah NaOH.
Penelitian ini juga membandingkan tingkat konsentrasi , digunakan konsentarasi NaOH 1M,2M dan 5M , dihasilkan saat konsentrasi 1 M, waktu yang diperlukan sebesar 730 detik. Saat konsentrasi 2 M, waktu yang diperlukan 525 detik. Pada konsentrasi NaOH 5 M, waktu yang diperlukan selama 245 detik. Hal ini menunjukan bahwa meningkatnya konsentrasi mempengaruhi kecepatan limbah alumunium yang bereaksi untuk menghasilkan hidrogen. Jadi ,semakin besar konsentrasi yang dipakai maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk produksi gas hydrogen tetapi dengan meningkatkan konsentrasi larutan tidak mempengaruhi banyaknya jumlahgas hydrogen yang terbentuk . Dipatkan volume gas  hydrogen sebesar 0,13 L pada tekan 1016 hPa=1,002714atm. Selanjutnya , dilakukan pengujian dengan menggunakan limbah alumunium dari kaleng , dapat diketahui bahwa gas hidrogen yang dihasilkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya massa aluminum yang digunakan.

.

3.      Sintesis Hidrogen dari Metanol

Katalis Cu/ZnO/Al2O3 disintesis dengan metode kopresipitasi dari larutan Cu(II), Zn(II) dan Al(III) nitrat yang diendapkan dengan menambahkan larutan natrium karbonat. Penelitian ini dibuat dua katalis dengan perbandingan mol atom Cu:Zn:Al yang berbeda, yaitu katalis dengan perbandingan mol Cu:Zn:Al = 1:2:0,1 (disebut katalis I) dan katalis dengan perbandingan mol Cu:Zn:Al = 2:1:0,1 (disebut katalis II).
Aktifitas katalitik kedua katalis diuji pada reaksi reformasi kukus metanol yang berlangsung sesuai persamaan reaksi CH3OH(g) + H2O(g) CO2(g)+ 3H2(g) , ΔH = 49,47 kJ mol-1 (5)
Berdasarkan persamaan reaksi tersebut, reaksi bersifat endoterm dan jumlah maksimum mol hidrogen yang dihasilkan per satu mol methanol adalah sebanyak 3 mol. Tingkat konversi methanol dan laju pembentukan hidrogen dalam reaksi reformasi kukus metanol yang dikatalisis oleh katalis I pada berbagai suhu ditunjukkan pada Tabel 1, dan keaktifan katalis II ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1

T (oC)

Konversi
(%)

Laju pembentukan hidrogen
{mol H2 . (molmetanol)-1. menit-1}
215

8,8
0,26
250
23,7
0,71
270
44,8
1,34
300
62,9
1,89
320
60,0
1,80
350
52,3
1,57
Tabel 2
T (oC)
Konversi
(%)
Laju pembentukan hidrogen
{mol H2 . (molmetanol)-1. menit-1}
215
1,1
0,03
250
3,4
0,10
270
6,8
0,20
300
9,5
0,28
320
20,1
0,60
350
44,7
1,34
370
70
2,10
400
96,1
2,88




Pada suhu di bawah 350oC, katalis I menunjukkan keaktifan yang lebih tinggi dari pada katalis II. Sedangkan pada suhu di atas 350oC keaktifan katalis II melampaui keaktifan katalis I. Keaktifan katalis I meningkat dengan kenaikan suhu reaksi dan mencapai laju maksimum sebesar 1,9 mol hidrogen/mol metanol per menit pada 300oC. Peningkatan suhu reaksi lebih lanjut (di atas 300oC) menyebabkan berkurangnya keaktifan katalis I. Keaktifan katalis II, yang pada suhu rendah jauh lebih kecil dari pada katalis I, terus bertambah seiring meningkatnya suhu reaksi dan mencapai laju pembentukan hidrogen sebesar 2,9 mol hidrogen/mol metanol per menit. Sampai pada suhu 400oC, suhu reaksi paling tinggi yang dicoba pada penelitian ini, keaktifan katalis II masih menunjukkan kecenderungan peningkatan

.


4.      Produksi Hidrogen Secara Fotokalitik dari Air Murni

Evolusi gas H2 dan O2 pada NaTaO3 sebelum dan sesudah penambahan NiO diobservasi terhadap reaksi water-splitting menjadi hidrogen dan oksigen. Produksi gas H2 dan O2 menggunakan NaTaO3 tanpa deposisi nikel adalah 0.61 dan 0.30 mmol g-1 cat.h-1. Produksi gas meningkat 8,5 kali lebih besar ketika nikel dideposisi pada permukaan NaTaO3 fotokatalis. Efisiensi pemisahan dan pencegahan rekombinasi antara e- dan h+ merupakan faktor penentu dalam mempercepat proses fotokatalitik dekomposisi H2O menjadi H2. Kokatalis memegang peranan penting untuk mempercepat pemisahan pasangan photogenerated e- dan h+. Tanpa kokatalis. kedua pasangan e- dan h+ besar kemungkinan akan bersatu pada bulk NaTaO3. NiO atau Pt pada fotokatalis menangkap elektron dari fotokatalis bereaksi dengan ion H+ dan mengevolusi H2.Stabilitas NaTaO3 yang terlihat stabil sampai reaksi dihentikan setelah 5 jam.


 

KESIMPULAN


Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :
Gas hidrogen dapat diproduksi dengan menggunakan limbah alumunium foil dan limbah alumunium dari kaleng minuman pada suasana basa (NaOH),menggunakan katalis Cu/ZnO/Al2O3, dengan perbandingan mol Cu:Zn:Al yang berbeda yaitu 1:2:0,1 dan 2:1:0,1 dan NaTaO3 .
Pada penelitian pertama , konsentrasi NaOH hanya berpengaruh pada waktu reaksi tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi hidrogen. Kedua, katalis Cu/ZnO/Al2O3 disintesis dengan cara kopresipitasi dari larutan garam nitrat Cu, Zn dan Al menunjukkan keaktifan yang cukup tinggi pada reaksi reformasi kukus metanol pada tekanan atmosfer dan suhu di atas 250oC. Katalis dengan perbandingan mol Cu:Zn:Al = 1:2:0,1 menunjukkan keaktifan yang lebih tinggi pada suhu reaksi di bawah 350oC, sedangkan pada suhu di atas 350oC katalis yang kedua yang lebih aktif. Perbedaan profil keaktifan terhadap suhu kedua katalis ini disebabkan oleh perbedaan distribusi partikel Cu dan kerentanan terhadap sintering.Ketiga, NaTaO3 telah berhasil disintesis melalui metoda sol-gel berbantuan H2O2. Sampel NaTaO3 memiliki bentuk struktur Kristal orthorhombic, memiliki derajat kristalinitas tinggi, dan ukuran partikel berkisar antara 80-250 nm. NaTaO3 tanpa deposisi nikel menunjukkan photoreaktivitas tinggi dalam reaksi water-splitting menjadi hidrogen dan oksigen. Produksi hidrogen meningkat secara signifikan ketika nikel dideposit pada permukaan NaTaO3. NaTaO3 merupakan kandidat fotokatalis produksi hydrogen sebagai energi bersih masa depan.


 

DAFTAR PUSTAKA


Brown, J.C., Gulari, E., Hidrogen Production from Methanol Decomposition over Pt/Al2O3 and Ceria Promoted

Choi, H. J. & Kang, M. (2007) Hydrogen production from methanol/water decomposition in a liquid photosystem using the anatase structure of Cu loaded TiO2. International Journal of Hydrogen Energy, 32(16): 3841-3848. Pt/Al2O3 Catalysts, Catalysis Communications 5, (2004) 431–436

Husin, H., Chen, H. M., Su, W. N., Pan, C. J., Chuang, W. T., Sheu, H. S., & Hwang, B. J. (2011a) Green fabrication of Ladoped NaTaO3 via H2O2 assisted sol-gel route for photocatalytic hydrogen production. Applied Catalysis B: Environmental, 102(1-2): 343-351.

Kato, H., & Kudo, A. 2003. Photocatalytic water splitting into H2 and O2 over various tantalite photocatalysts. Catalysis Today, 78(1-4): 561-569.

Kulakov, E., Ross, A.F., Alumunium Energi for Fuel Cells: Using an Energi Source that is Both Plentiful and Fully Recyclable Will Dramatically Enhance its Utilization and Provide Benefits Globally., ALTEK FUEL GROUP.INC, (2007)

Liu, X.Z., Liu, C.Z., Eliasson, B., Hidrogen Production from Methanol Using Corona Discharges, Chinese Chemical Letters Vol. 14, No. 6, (2003) 631-633
                                                                                                                                       








Produksi Hidrogen Dengan Energi Nuklir Melalui Siklus Iodine-Sulfur ,Steam Reforming dan Elektrolisis
Muhammad Ainul Yaqin1
1Department of Chemistry Faculty of Science and Technology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
 

Abstrak
Saat ini dunia dihadapkan pada krisis energi karena cadangan minyak bumi yang sudah menipis dan kebutuhan akan energi yang terus meningkat.Berbagai solusi sudah dikemukakan untuk menggantikan ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil,salah satunya adalah pemanfaatan hidrogen.Hidrogen banyak terdapat dialam dan tidak dalam bentuk gas melainkan bentuk persenyawaan.Untuk memproduksi gas hidrogen telah ditemukan beberapa cara yang sangat potensial untuk dikembangkan yakni melalui siklus termokimia iodine-sulfur,memakai proses elektrolisis dan steam reforming.Pada review ini akan membahas kelebihan dan kekurangan dari ketiga proses tersebut berdasarkan jurnal Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN.
Abstract
Today,our world is facing to the crisis of energy because fossil fuels will be disappear and demand of energy is increasing.A lot of solutions has been shown to replace fossil fuels usage,one of them is utilization of hydrogen.Hydrogen is everywhere in our world but it form in compund because its more stable than in phase of gas.To produce hydrogen,we can develop through thermochemical iodine-sulfur,electrolisis,and steam reforming.This review will describe that ways and compare each other based on the journals from BATAN.

Pendahuluan

Energi nuklir bukanlah sebuah penemuan baru di abad 21 ini melainkan telah ada pada era perang dunia ke 2.Namun yang membedakannnya dengan era 1940an adalah nuklir kali ini dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik terutama dipakai dinegara-negara maju.Nuklir memanfaatkan reaksi pemisahan inti atom (fisi)  yang ditembakkan oleh sinar radioaktif sehingga menghasilkan panas yang besar.Di Indonesia,energi nuklir belum begitu familiar untuk itu didirikanlah BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) yang saat ini sedang giat melakukan penelitian pengembangan energi nuklir di Indonesia.BATAN mendorong agar segera dibuatnya PLTN pertama di Indonesia.
Selama ini pemanfaatan energi nuklir hanya berasumsikan bahwa listrik merupakan energy carrier utama sehingga hasilnya hanyalah listrik namun anggapan ini boleh jadi tidak benar karena dimasa depan kita bisa menjadikan hidrogen sebagai salah satu produk utama dari energi nuklir.Isu lingkungan yang hangat dibicarakan menuntut kualitas yang lebih baik dan itu yang mendorong pakar energi dari seluruh dunia untuk mengembangkan energi yang lebih ramah lingkungan serta energi yang berkelanjutan.Pakar energi dari negara maju seperti Amerika,Jepang dan negara negara eropa sepakat bahwa hidrogen sangat mungkin menjadi energi utama dimasa depan dan diperkirakan ditahun 2050 adalah era energi berbasis hidrogen.
Selama ini,proses produksi hidrogen lebih mengandalkan proses berbahan baku alam atau bahan bakar fossil dan diperkirakan lebih dari 85% kebutuhan hidrogen dunia dipasok melalui proses steam reforming gas alam.Produksi hidrogen berbahan baku air menguntungkan dari segi lingkungan karena bahan bakunya yang sangat melimpah.Sejauh ini,memproduksi hidrogen dari air hanya memakai cara elktrolisis.Cara lain memproduksi hidrogen adalah melalui proses termokimia yang dalam review kali ini melalui proses iodine-sulfur

.
 

Pembahasan

A.     Proses termokimia siklus iodine-sulfur

Secara termokimia,air tidak bisa langsung diuraikan menjadi hidrogen dan oksigen,karena harga energi bebas yang sangat tinggi pada reaksi penguraian air.Pada proses termokimia produksi hidrogen dan oksigen dari air dengan siklus iodine-sulfur melibatkan 3 reaksi yang total reaksinya adalah reaksi tunggal penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen.Berikut adalah tabel persamaan reaksi dan termodinamika proses termokimia siklus iodine-sulfur


Kemudian terdapat diagram alir proses termokimia siklus iodine-sulfur dengan memanfaatkan energi nuklir sebagai sumber energi panas.


Keuntungan utama proses termokimia siklus iodine-sulfur adalah melimpahnya bahan baku yakni air sehingga dapat dimanfaatkan semua wilayah geografis.Selain itu,proses produksinya tidak menimbulkan emisi CO2 dan jika seumber energi panas yang dilakukan memanfaatkan energi nuklir maka proses ini benar-benar bebas emisi.Tetapi proses ini memerlukan material yang tepat karena dalam prosesnya melibatkan bahan kimia yang sangat korosif.Lalu hidrogen iodida yang merupakan larutan quazi azeotropic menjadikan proses pemisahan sulit.Secara teoritis energi untuk melangsungkan reaksi relatif kecil namun energi untuk pemurnian dan pemisahan bahan relatif besar.Dan proses secara termokimia ini masih dalam tahap penelitian dan pengembangan (litbang) sehingga belum bisa dikomersilkan.
Proses termokimia siklus iodine-sulfur pertama kali dikembangkan oleh general Atomic America pada tahun 1970an.Hasilnya adalah,perkiraan efisiensi termal dari proses ini berkisar antara 47% - 52% dan ini jauh lebih tinggi dibandingkan proses elektrolisis yang hanya 25%-27%.Penelitian terkait proses ini dikembangkan kepada pemanfaatan teknologi membran untuk pemisahan bahan maupun pada proses penguraian larutan hidrogen iodida.Proses ini diharapkan sudah terealisasi global di tahun 2025.
B.     Steam Reforming
Steam reforming merupakan proses produksi hidrogen yang biasa digunakan pada industri pupuk,petrokimia,dll.Pada proses ini melibatkan reaksi metana pada suhu tinggi.Berikut adalah skemanya


Pada proses steam reforming terdapat dua proses utama yakni reforming yang terjadi pada temperatur tinggi menggunakan katalisator.Dan reaksi kedua adalah shift reaction untuk mengontrol kuantitas produk.Kemudian ada proses penghilangan CO2 dan pemurnian hidrogen.Persamaan reaksi dan tahap steam reforming adalah sebagai berikut





Kebutuhan panas proses steam reforming dipasok dengan membakar bahan bakar fossil.Efisiensi termal dari proses ini adalah 85% dan tertinggi dibanding proses lainnya.Ide memanfaatkan panas nuklir sebagai sumber panas menggantikan bahan bakar fossil dinilai tepat karena dapat berdampak langsung dengan pengurangan laju emisi gas rumah kaca.
Keuntungan proses steam reforming adalah proses ini sudah sangat maju dan sangat komersial karena terbukti menghasilkan 85% kebutuhan hidrogen dunia.Efisiensi termalnya pun bagus yakni sebesar 85% serta biaya produksinya pun murah.Namun proses ini menghasilkan hidrogen dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan proses termokimia iodine-sulfurSehingga proses pemurnian gas hidrogen melalui proses steam reforming memerlukan biaya tersendiri kemudian bahan bakunya yang tak terbarukan karena kelimpahannya terbatas sebagai kelemahannya.

C.    Proses Elektrolisis

Elektrolisis adalah suatu proses penguraian molekul air (H2O) menjadi hydrogen
(H2) dan oksigen (O2) dengan energi pemicu reaksi berupa energi listrik. Proses ini dapat berlangsung ketika 2 buah elektroda ditempatkan dalam air dan arus searah dilewatkan diantara 2 elektroda tersebut.Hidrogen terbentuk pada katoda, sementara oksigen pada anoda.Selama ini elektrolisis dikenal sebagai produksi hidrogen dari air yang paling efektif dengan tingkat kemurnian tinggi,tapi terbatas untuk skala kecil.Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
Katoda 2H2O + 2e− → H2 + 2OH
Anoda 2OH − → 2 O2 + H2O + 2e

Besarnya energy bebas standar, entalpi,dan entropy masing-masing adalahΔG = 1,23 V, ΔH = 285,85 kJ/mol, danΔS = 70,08 J/kmol.Energi bebas sebesar 1,23 V merupakan Tegangan bolak balik yang menyatakan tegangan minimal yang diperlukan untuk dapat Berlangsungnya reaksi. Total energi (ΔH) yang diperlukan agar reaksi dapat berlangsung dapat Dipasok dengan energy listrik, energy panas, atau gabungan keduanya. Menurut termodinamika, ΔH bisa diperoleh dengan rumusΔG = ΔH -TΔS, dan karena ΔS positif maka kerja yang Diperlukan dari energy listrik (ΔG) dapat diturunkan dengan mengoperasikan proses pada suhu yang lebih tinggi. Efisiensi termal proses elektrolisis biasanya sekitar 75%, tapi karena efisiensi termal konversi panas kelistrik sangat rendah,sehingga total efisiensi proses ini menjadi sangat rendah hanya sekitar 25%. Maksimum efisiensi termal yang dimungkinkan adalah 45% jika digunakan sistem dengan efisiensi sel yang tinggi (90%) dan sumber listrik energy nuklir suhu tinggi yang memanfaatkan turbin gas sebagai perangkat konversi listrik.Dengan tingkat efisiensi termal produksi listrik 50%,maksimum efisiensi termal proses elektrolisis dengan energy nuklir adalah 45%

Kerugian utama pada proses elektrolisis adalah karena efisiensi termalnya yang rendah,
Karena sangat rendahnya konversi listrikyang menjadi pemicu terjadinya reaksi elektrolisis. Jika listrik bisa dihasilkan dengan reactor nuklir suhu tinggi yang efisiensi termalnya lebihtinggi, efisiensi termal proses dapat ditingkatkan. Disamping itu, jika listrik dapat diperoleh dengan harga murah, proses elektrolisis juga akan cukup ekonomis. Skema kerja sama antara operator pembangkit listrik dan pabrik elektrolisis dapat menurunkan biaya produksi hydrogen dengan memanfaatkan listrik pada kondisi peak off untuk mengoperasikan pabrik hidrogen. Energi nuklir yang dimanfaatkan olehproses elektrolisis dalam bentuk listrik, sehingga lokasi pabrik tidak harus berdekatan dengan PLTN, dan hal ini tidak terlalu terkendala dengan permasalahan keselamatan nuklir. Selain itu, air sebagai bahan baku merupakan sumber terbarukan yang relative melimpah, sehingga proses elektrolisis lebih ramah lingkungan. Meskipun proses elektrolisis  telahdigunakan secaraluas, tapi pemanfaatanya masih terbatas untuk kapasitas kecil, mengingat efisiensi termalnya yang sangat rendah. Meskipun begitu sejumlah litbang telah berhasil meningkatkan efisiensi termal proses elektrolisis. Sel elektrolisis yang bekerja pada suhu dan tekanan tinggi, mampu memisahkan hydrogen dan oksigen dengan tingkat efisiensi sampai 90%.Kombinasi sel elektrolisis efisiensi tinggi, dengan PLTN generasi maju yang efisiensinya juga tinggi, ditambah pemanfaatan listrik pada kondisi peak off akan member dampak keuntungan ekonomi yang cukup signifikan

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan perbandingan proses produksi hydrogen dapat disimpulkan hal berikut :
1.      Proses termokimia menguntungkan karena ketersediaan bahan bakunya air yang sangat melimpah,ramah lingkungan dan terdistribusi merata secara geografis.Namun yang perlu diperhatikan adalah pemilihan material alat dan juga proses ini masih dalam tahap litbang dan belum dikomersilkan.
2.      Efisiensi termal proses steam reforming lebih tinggi dibanding yang lain sehingga saat ini pasokan hidrogen 85% berasal dari proses ini.Namun pada steam reforming bahan bakunya berasal dari alam yang tak terbarukan.
3.      Proses elektrolisis menguntungkan karena ketersediaan bahan bakunya yang melimpah yakni air namun disayangkan efisiensi termalnya rendah karena memerlukan energi listrik.
4.      Panas dari nuklir dapat dimanfaatkan dalam ketiga proses produksi hidrogen tersebut sehingga lebih hemat dan efisien sehingga kedepannya diharapkan dalam industri nuklir tidak hanya menghasilkan listrik melainkan hidrogen juga.

 

Daftar Pustaka       

Djati H Salimy,Ida N Finahari.2008.Perbandingan produksi hidrogen dengan energi nuklir proses elektrolisis dan steam reforming.Jakarta:BATAN

Djati H Salimy,Ida N Finahari.2008.Perbandingan produksi hidrogen dengan energi nuklir proses termokimia siklus iodine-sulfur dan steam reforming gas alam.Jakarta:BATAN
            www.wikipedia.com





Review Pembuatan Gas Hidrogen
Taufiq Siahaan (1112096000052)
Mahasiswa Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
2013

ABSTRAK
Artikel ini menggambarkan bahwa teknologi energy terbarukan (gas hidrogen) pengganti bahan bakar fosil terus berkembang.Perlahan namun pasti gas hydrogen ini merupakan energi yang akan digunakan dimasa depan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Banyak cara untuk menghasilkan gas hidorgen sebagai pengganti bahan bakar fosil. Proses steam reforming dalam menghasilkan gas hydrogen ternyata menghasilkan gas CO2 yang cukup besar, tetapi proses gasifikasi menggunakan batu bara ternyata menghasilkan 2 kali lipat gas CO2 di udara sedangkan pembuatan gas hydrogen menggunakan eletrolisa air tidak menghasilkan emisi gas CO2 namun membutuhkan energy yang sangat besar untuk membuat gas hydrogen menggunakan cara ini.

ABSTRACT
This article illustrates that renewable energy technologies (hydrogen gas) replacement of fossil fuels continues to grow. Slowly but surely this hydrogen gas is the energy that will be used in the future as a fuel substitute for fossil fuels. Many ways to generate hidorgen gas instead of fossil fuels. Steam reforming process to produce hydrogen gas turns produces considerable CO2 gas, but relies on coal gasification process turned out to produce a 2-fold CO2 in the air while making hydrogen gas using water eletrolisa not produce CO2 emissions but requires enormous energy to make gas hydrogen using this method.


I.                   PENDAHULUAN

Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat.Untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini minyak tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Fuel cell atau sel bahan bakar adalah sebuah alat elektro kimia yang mirip dengan baterai. Perbedaannya dengan baterai terletak pada jenis reaktan dan elektrodanya. Pada fuel cell, digunakan reaktan berupa hidrogen (sisianoda) danoksigen (sisikatoda). Operasi jangka panjang dapat dilakukan secara terus menerus selama aliran masuk reaktan dipertahankan. Selain itu, elektroda sel bahan bakar bersifat katalitik dan relative stabil, biasanya menggunakan bahan platina.
Sel bahan bakar sering kali dianggap sangat menarik dalam aplikasi modern karena efisiensinya tinggi dan bebas-emisi, berlawanan dengan bahan bakar umum seperti metana atau gas alam yang menghasilkan karbon dioksida.Satu-satunya produk dari fuel cell yang beroperasi menggunakan hydrogen murni adalah uap air.
Hidrogen adalah unsur paling melimpah dengan persentase kira-kira 75% dari total massa unsure alamsemesta. Kebanyakan bintang dibentuk oleh hydrogen dalam keadaan plasma .Senyawa hydrogen relative langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industry dari berbagai senyawa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga dapat dihasilkan dari air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih mahal dari pada produksi hydrogen dari gas alam. Gas hydrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas. Entalpi pembakaran hydrogen adalah -286 kJ/mol. Hidrogen terbakar menurut persamaan kimia:
2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)
Ketika dicampur dengan oksigen dalam berbagai perbandingan, hydrogen meledak seketika disulut dengan api dan akan meledak sendiri pada temperatur 560°C. Lidah api hasil pembakaran hidrogen-oksigen murni memancarkan gelombang ultraviolet dan hampir tidak terlihat dengan mata telanjang.


Oleh karena itu, sangatlah sulit mendeteksi terjadinya kebocoran hydrogen secara visual.Kasus meledaknya pesawat Hindenburg adalah salah satu contoh terkenal dari pembakaran hidrogen. Karakteristik lainnya dari api hydrogen adalah nyala api cenderung menghilang dengan cepat di udara, sehingga kerusakan akibat ledakan hydrogen lebih ringan dari ledakan hidrokarbon.

 


II.                HASIL dan PEMBAHASAN

Ada beberapa metode pembuatan gas hidrogen yang telah kit kenal. Namun semua metode pembuatan tersebut prinsipnya sama, yaitu memisahkan hydrogen dari unsur lain dalam senyawanya.
1.      Steam Reforming

Dalam proses ini, gas alam seperti metana, propane atau etana direaksikan dengan steam (uap air) pada suhu tinggi (700-1000oC) dengan bantuan katalis,untuk Menghasilkan hidrogen, karbon dioksida(CO2) dan karbonmonoksida (CO). Sebuah reaksi samping juga terjadi antara karbon monoksida dengan steam, yang menghasilkan hydrogen dan karbon dioksida.Persamaan reaksi yang terjadi pada proses ini adalah:
CH4 + H2O --> CO + 3H2
CO + H2O --> CO2 + H2
Gas hidrogen yang dihasilkan kemudian dimurnikan, dengan memisahkan karbon dioksida dengan cara penyerapan.
Saatini, steam reforming banyak digunakan untuk memproduksi gas hydrogen secara komersil di berbagai sector industri, diantaranya industry pupuk dan hidrogen peroksida (H2O2). Akan tetapi metode produksi seperti ini sangat tergantung dari ketersediaan gas alam yang terbatas, serta menghasilkan gas CO2, sebagai gas efek rumah kaca
2.      GasifikasiBiomassa
Metode yang kedua adalah gasifikasi biomasa atau bahan alamseperti jerami, limbah padat rumah tangga atau kotoran.Di dalam prosesnya, bahan-bahan tadi dipanaskan pada suhu tinggi dalam sebuah reaktor. Proses pemanasan ini mengakibatkan ikatan molekul dalam senyawa yang ada menjadi terpecah dan menghasilkan campuran gas yang terdiri dari hidrogen, karbon monoksida dan metana.

Selanjutnyadengancara yang samasepertipada steam reforming, metana yang dihasilkandiubahmenjadi gas hidrogen.
Gasifikasi biomasa atau bahan organic memiliki beberapa keunggulan, antara lain menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida, sumber bahan baku yang berlimpah dan terbarukan, bisa diproduksi di hampir seluruh tempat di dunia serta biay aproduksi yang lebih murah.
3.      Gasifikasi Batu Bara
Gasifikasi batu bara merupakan metode pembuatan gas hydrogen tertua. Biaya produksinya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan metode steam reforming gas alam. Selain itu, caraini pula menghasilkan emisi gas buang yang lebih signifikan. Karena selain CO2 juga dihasilkan senyawa sulfur dan karbon monoksida.
Melalui cara ini, batu bara pertama-tama dipanaskan pada suhu tinggi dalam sebuah reactor untuk mengubahnya menjadi fasa gas. Selanjutnya, batu bara direaksikan dengan steam dan oksigen, yang kemudian menghasilkan gas hidrogen, karbon monoksida dan karbon dioksida.
4.      Elektrolisa Air (H2O)
Elektrolisa air memanfaatkan arus listrik untuk menguraikan air menjadi unsur-unsur pembentuknya, yaitu H2 dan O2. Gas hydrogen muncul di kutub negative atau katoda dan oksigen berkumpul di kutub positif atau anoda.
Hidrogen yang dihasilkan dari proses electrolisa air berpotensi menghasilkan zero emission, apabila listrik yang digunakan dihasilkan dari generator listrik bebas polusi seperti energy angin atau panas matahari. Namun demikian dari sisi konsumsi energi, cara ini memerlukan energy listrik yang cukup besar.


III.             KESIMPULAN
Tiap-tiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Tetapi secara umum parameter yang dapat dipertimbangkan dalam memilih metode pembuatan H2 adalah biaya, emisi yang dihasilkan, kelayakan secara ekonomi, skala produksi dan bahan baku.

Metode Pembuatan Hidrogen
Deskripsi
Kelebihan
Kekurangan
Steam Reforming
CH4 + H2O –> CO + 3H
CO + H2O –> CO2 + H2
Gas alam direaksikan dengan steam (T=700-1000oC) dan katalis.
Pemurnian H2: Penyerapan
- Teknologinya sudah sering digunakan di berbagai industry pupuk dan H22
- Tergantung ketersediaan gas alam
- Emisi CO2
Gasifikasi Biomasa
Bahan biomassa (jerami, limbah padat rumah tangga, kotoran) dipanaskan dalam reaktor, mengasilkan campuran gas H2, CO, CH4. Selanjutnya, proses sama seperti steam reforming.
- Emisi CO2 lebih sedikit
- Bahan baku berlimpah dan terbarukan
- Bisa diproduksi  di seluruh tempat di dunia
- Biaya murah

Gasifikasi Batu Bara
Batu bara dipanaskan dalam reakto rmenjadi gas. Direaksikan dengan steam dan O2 menjadi H2, CO, CO2
- Merupakan metode tertua
- Biaya produksi mahal (2 kali steam reforming dari gas alam)
- Emisi lebih bahaya: CO2, CO, dan sulfur
Elektrolisa Air
Memanfaatkan arus listrik untuk menguraikan air menjadi H2 (di katoda) dan O2 (di anoda)
- Zero emission (bila listriknya dihasilkan dari generator listrik bebas polusi)
- Memerlukan energy listrik cukup besar